DUALISME INDUSTRIALISASI SEBAGAI STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH (STUDI KASUS: KAWASAN INDUSTRI PALUR KABUPATEN KARANGANYAR)

PENDAHULUAN

Industrialisasi di Indonesia berkembang pesat pada masa Orde Baru pada tahun 1960 hingga 1990an. Hal ini sejalan dengan adanya revolusi industri dan perkembangan paradigma baru dalam strategi pengembangan wilayah berupa growth pole (kutub pertumbuhan) yang berbasis industri. Industrialisasi diarahkan pada pusat-pusat wilayah sebagai leading industri yang diharapkan dapat memberikan trickling down effect dan spread effect bagi sektor lain dan wilayah hinterlandnya.

Pembangunan industri di Indonesia dilakukan melalui penetapan kawasan industri sedang dan besar. Pembangunan industri saat itu dianggap penting untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan menyerap tenaga kerja. Perkembangan industri terutama di arahkan di Pulau Jawa, termasuk di Propinsi Jawa Tengah. Salah satu kabupaten yang mempunyai potensi industri yang cukup tinggi adalah Kabupaten Karanganyar di Provinsi Jawa Tengah  adalah Kabupaten Karanganyar.

Kabupaten Karanganyar merupakan salah satu kabupaten yang termasuk dalam Wilayah Perkotaan Surakarta, dan Kota Surakarta itu sendiri merupakan pusat pertumbuhan bagi Wilayah Pembangunan IV Jawa Tengah. Salah satu daerah yang diarahkan sebagai kawasan industri di Kabupaten Karanganyar adalah adalah Kecamatan Jaten, berupa kawasan industri Palur. Kawasan Industri Palur merupakan salah satu kawasan industri yang perkembangannya sangat pesat. Sektor industri yang ada di kawasan industri Palur mempunyai distribusi yang cukup tinggi terhadap perekonomian Kabupaten Karanganyar dengan sumbangannya terhadap PDRB sebesar 37,41%. Selain itu, kawasan industri ini juga menyerap tenaga kerja yang sangat banyak dari Kabupaten Karangnyar hingga wilayah Subosukowonosraten.

Kawasan industri Palur mampu meningkatkan petumbuhan ekonomi wilayah dan menyerap tenaga kerja. Selain itu, industri ini juga menjadi leading industri dan memberikan multiplier effect bagi sektor lain. Hal ini dapat dilihat dari adanya pengembangan kawasan industri baru di Kecamatan Gondangrejo. Kawasan Industri Palur juga mendorong perkembangan aktivitas urbanisasi sehingga mengembangkan sektor permukiman dan perdagangan jasa. Dengan adanya kawasan industri Palur ini juga menjadikan Kecamatan Jaten yang awalnya berupa wilayah pedesaaan mengalami urbanisasi menjadi perkotaan.

Meskipun banyak memberikan dampak positif, namun kawasan Industri Palur dalam perkembangannya banyak menimbulkan efek negatif.  Selain menjadi footloose industri, perkembangan kawasan industri Palur juga mengancam eksistensi pertanian di wilayah sekitarnya. Footloose industri terjadi karena kawasan industri Palur tidak memiliki keterkaitan dengan wilayah disekitarnya. Pengembangan industri yang diharapkan dapat menjadi trickling down effect justru menjadi backwash effect yaitu berupa penyerapan sumber daya dari wilayah hinterlandnya. Akibatnya terjadi proses urbanisasi bagi wilayah industri dan sekitarnya yang dapat mengakibatkan pergeseran sektor primer (pertanian) menjadi industri. Selain itu, perkembangan industri yang  semakin pesat menyebabkan kesenjangan karena wilayah industri sebagai pusat pertumbuhan dengan wilayah hinterlandnya yang  semakin tertinggal.. Untuk itulah tulisan ini berupa menjelaskan mengenai dualisme industrialiasi sebagai strategi pengembangan wilayah, dengan studi kasus kawasan industri Palur.

INDUSTRIALISASI SEBAGAI STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH

Konsep industrialisasi muncul pada abad ke-18 berawal dari revolusi industri di Inggris. Industrialisasi ini ditandai dengan penemuan metode baru dalam menciptakan spesialisasi produksi dan peningkatan produktivitas dari faktor produksi. Sejak revolusi industri, konsep pembangunan sering disamakan dengan industrialisasi. Menurut UU No.5 Tahun1984, industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, bahan setengah jadi atau barang jadi menjadi barang dengan nilai lebih tinggi untuk penggunaanya. Sedangkan industrialisasi merupakan suatu proses interaksi antara pengembangan teknologi, inovasi, spesialisasi, produksi, dan perdagangan yang pada akhirnya meningkatnya pendapatan masyarakat serta mendorong perubahan struktur ekonomi.

Sebagai strategi pengembangan wilayah, industri memiliki tujuan dalam pengembangan wilayah, antara lain:

  • Untuk mendorong dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi wilayah dan nasional
  • Untuk pemerataan pembangunan wilayah
  • Untuk mendukung pengembangan wilayah hinterland (trickling down effect)
  • Mambuka peluang kerja luas dan penyerapan tenaga kerja tinggi

Namun dalam kenyataannya, tujuan-tujuan tersebut sulit untuk diterapkan, terutama di Indonesia.  Tujuan yang sulit dicapai dalam industrialisasi di Indonesia yaitu berupa pemerataan pembangunan dan trickling down effect. Sulitnya penerapan tujuan ini secata umum dikarenakan kondisi Indonesia yang memiliki karekteristik wilayah dan sosial budaya yang heterogen. Selain itu juga terdapat wilayah yang memiliki keterbatasan potensi sumber daya, infrastruktur  dan juga produktivitas tenaga kerja.

Pemerataan pembangunan tidak berhasil karena industri cenderung beraglomerasi di daerah-daerah dimana potensi dan kemampuan daerah tersebut memenuhi kebutuhan mereka, dan mereka mendapat manfaat akibat lokasi perusahaan yang saling berdekatan. Aglomerasi industri ini dapat berupa kawasan industri, sentra industri, klaster industri maupun industrial distric. Pembentukan aglomerasi ini terutama mengangkut infrastruktur dan efisiensi ekonomi untuk biaya produksi. Untuk itulah di Indonesia pengembangan industri disuatu wilayah terutama industri besar sebagian besar ditempatkan pada wilayah-wilayah dengan ketersediaan tenaga kerja tinggi dan aksesibilitas, sehingga sebagian besar pengembangan industri di lakukan di Pulau Jawa karena Pulau Jawa memiliki konsentrasi penduduk yang lebih tinggi dan ketersediaan infrastruktur sangat memadai dibandingkan wilayah Indonesia lainnya terutama Indonesia bagian Timur. Akibatnya, industrialisasi di Pulau Jawa berkembang sangat pesat.

Industrialisasiyang seharusnya dapat memberikan trickling down effect (efek penetesan) bagi wilayah sekitarnya juga tidak berhasil dan malah menjadi backwash effect (efek penghisapan). Hal ini dikarenakan sebagian besar industri yang dikembangkan berupa footloose industry yaitu industri yang berdiri sendiri dan tidak memiliki keterkaitan dengan wilayah sekitarnya. Hal ini terjadi karena adanya dualisme ekonomi yaitu wilayah urban dengan industri dan wilayah rural yang umumnya pertanian. Akibatnya, terjadi kecenderungan urbanisasi dari wilayah hinterland yang sulit berkembang dan memilih sektor industri karena lebih menguntungkan. Akibatnya wilayah urban menjadi pusat perkotaan yang sangat besar dan banyak menghisp sumber daya dari wilayah hinterland terutama sumber daya tenaga kerja.

Jadi, industrialisasi memiliki peran penting dalam pengembangan wilayah karena dapat meningkatkan petumbuhan ekonomi wilayah. Namun, sebagian besar stratgei industrialisasi ini tidak dapat dilaksanakan karena masing-masing wilayah memiliki karekteristik berbeda, industrialisasi tidak dapat diterapkan di semua wilayah. selain itu, pengembangan industrialisasi yang salah berupa footloose industry di suatu wilayah justru memberikan efek negatif bagi wilayah hinterlandnya. Untuk itulah pengembangan suatu industri harus memperhatikan potensi wilayah yang akan dikembangkan.  

PERKEMBANGAN KAWASAN INDUSTRI PALUR

Kawasan  industri Palur merupakan sebuah kawasan industri terbesar diantara kawasan-kawasan industri yang terletak di kabupaten-kabupaten yang termasuk dalam Wilayah Pembangunan VIII ( SWP VIII) yang terdiri dari Kota Surakarta, Kabupaten Sukoharjo, Wonogiri, Klaten , Boyolali, Sragen dan Karanganyar. Secara administratif lokasi kawasan industri ini berada di Kecamatan Jaten, Kabupaten Karanganyar.  Lokasi kawasan industri ini sangat strategis karena berada pada lokasi yang menghubungkan antara Kota Surakarta, Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Sragen. Kawasan industri ini mencakup lima Desa, yaitu Desa Dagen, Ngringo, Jetis, Sroyo dan Brujul. Dikawasan Industri Palur terdapat 61 industri berupa industri makanan, tekstil, bijih plastik, kantong plastik,tikar plastik, plat besi, gas elpiji, printing.

Image 

Industri Palur memberikan kontribusi yang cukup tinggi bagi Kabupaten Karanganyar dalam sisi ekonomi. Selain itu, kawasan industri ini juga memberikan dmapak bagi perkembangan sektor lain seperti sektor perdagangan, jasa dan angkutan, yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dan membuka lapangan kerja bagi penduduk sekitar.

Pemilihan Palur sebagai kawasan industri itu didasarkan atas 2 hal yaitu:  

  1. Transportasi dan Distribusi

Palur merupakan salah satu kawasan strategi yang memudahkan distribusi. Hal ini didukung dengan adanya jalan arteri dan jalan kolektor. Jalan arteri ini menghubungkan kota-kota di Jawa Tengah dan kota-kota di jawa Timur sehingga memudahkan dalam memasarkan hasil produksi ke Semarang, Surabaya, dan Jakarta yang merupakan jalur gerbang utama keluar masuk bahan baku dan barang industri yang bersifat regional, nasional maupun internasional.

  1. Tenaga Kerja

Wilayah di sekitar Palur merupakan wilayah yang banyak memiliki tenaga kerja lokal baik yang berasal dari Kabupaten Karanganyar wilayah sekitarnya seperti Subosukowonosraten. Kawasan Industri Palur banyak menyerap tenaga kerja. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya commuter dari luar Karanganyar. Banyaknya tenaga kerja ini dikarenakan banyaknya jenis industri berat Selain itu, mayoritas kebutuhan SDM untuk industri Palur adalah lulusan SMA dimana deaerah Subosukowonosraten memang memiliki mayoritas penduduk dengan level pendidikan setaraf SMA.

Dalam perkembangannya, Palur terlah menjadi kawasan perkotaan. Hal ini ditandai semakin berkembangnya lahan terbangun terutama untuk industri, permukiman serta perdagangan jasa. Kawasan industri dan permukiman Palur juga mulai berkembang ke wilayah lain disekitarnya seperti di Kecamatan Gondangrejo dan Kebakkramat. Selain itu juga muncul permukiman dan perdagangan jasa baru yang menghubungkan kedua kecamatan tersebut.

DUALISME PERKEMBANGAN KAWASAN INDUSTRI PALUR

Industrialiasi merupakan salah satu bentuk strategi growth pole dalam pengembangan wilayah. Pengembangan industri diarahkan pada wilayah-wilayah tertentu sebagai pusat pertumbuhan. Hal ini didasarkan fakta dasar perkembangan keruangan (spasial) menurut Ferroux (1955), bahwa pertumbuhan tidak terjadi di sembarang tempat dan juga tidak terjadi secara serentak namun pertumbuhan itu terjadi pada titik-titik atau kutub-kutub perkembangan dengan intensitas yang berubah-ubah dan pertumbuhan itu menyebar sepanjang saluran-saluran yang beraneka ragam terhadap keseluruhan perekonomian.

Pengembangan kawasan industri Palur pada awalnya memang hanya berupa arahan peruntukkan kawasan industri karena lokasi Palur yang strategis dari aspek transportasi serta tenaga kerja. Tujuan utama pengembangan kawasan industri Palur yaitu untuk menyediakan lapangan kerja seluas-luasnya bagi wilayah Subosukowonosraten. Namun, ada hal yang dilupakan dalam pengembangan industri di Palur yaitu  linkage atau keterkaitan dengan wilayah hinterlandnya serta urbanisasi. Pengembangan kawasan industri Palur tidak mempertimbangkan jenis industri apa yang harus dikembangkan sehingga industri yang berdiri tidak terkait dengan sumber daya yang ada di Kabupaten Karanganyar berupa pertanian.

Pengembangan kawasan industri Palur juga kurang mempertimbangkan efek urbanisasi baik berupa mobilitas penduduk maupun berupa proses perkotaan. Padahal kawasan industri Palur yang terletak di Kecamatan Jaten Kabupaten Karanganyar pada awalnya merupakan kawasan pinggiran kota Surakarta dengan sektor basis pertanian. Bahkan kawasan industri Palur pada awalnya juga merupakan lahan pertanian produktif yang kemudian diubah menjadi kawasan industri.

Memang pengembangan kawasan industri Palur banyak memberikan dampak positif terutama dalam mempercepat pertumbuhan ekonomi Kabupaten Karanganyar dan Subosukowonosraten serta penyerapan tenaga kerja produktif. Namun, dalam perkembangannya karena kurang adanya pengawasan dan pengendalian, pengembangan industri Palur ini justru banyak menimbulkan dampak negatif terutama terkait dengan perkembangan sektor pertanian.

Sektor industri dan pertanian memang tidak dapat setara atau seimbang. Industri selalu membutuhkan pertanian terutama sebagai penyedia bahan baku industri dan juga kebutuhan primer pekerja industri. Dan sektor pertanian tidak selalu bergantung pada sektor industri. Namun, dalam kenyataannya, perkembangan sektor pertanian sering diabaikan dan lebih mengutamakan sektor industri karena mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara cepat. Selain itu, meskipun sektor pertanian memiliki peran yang sangat penting namun hasil produksi pertanian sangat rendah dibandingkan dengan hasil produksi industri. Hal inilah yang mendorong sektor pertanian semakin diabaikan. Terlebih dengan semakin berkembangnya kawasan industri mendorong kawasan sekitarnyayang didominasi pertanian mengalami pergeseran menjadi non pertanian baik secara spasial, ekonomi maupun sosial.

Dualisme industrialisasi di Palur Kabupaten Karanganyar memang terjadi karena tidak adanya keseimbangan perkembangan antara sektor pertanian dengan sektor industri. Kecenderungan yang terjadi adalah sektor pertanian semakin terabaikan sementara sektor industri semakin berkembang. Dualisme industrilasasi antara sektor industri dengan pertanian yang terjadi di Palur  dapat ditinjau dari tigas aspek yaitu lahan, hasil produksi, dan tenaga kerja. 

Image

Sumber: Analisis, 2013

Gambar Dualisme Perkembangan Industri Dan Pertanian Di Palur

  1. Lahan

Mulai terabaikannya sektor pertanian ini pada awalnya ditandai dengan adanya konversi lahan  pertanian untuk kawasan industri. Konversi lahan ini terjadi karena adanya aglomerasi dan urbanisasi. Aglomerasi berupa kecenderungan industri untuk berkumpul di Palur dan sekitarnya. Salah satu contohnya adalah berkembangnya industri di Kecamatan Gondangrejo. Sama halnya dengan kecamatan lain, pada awalnya Gaondanrejo juga merupakan lahan pertanian. Namun, melihat perkembangan industri Palur yang pesat maka di Kecamatan Gondangrejo juga mulai dilakukan pengembangan industri. Akibatnya terjadi juga alih fungsi lahan pertanian di Gondangrejo.

Ditinjau dari urbanisasi, konversi lahan di kawasan Palur dan sekitarnya terjadi karena adanya migrasi penduduk terutama pekerja di kawasan Palur sehingga kawasan industri Palur dan sekitarnya. Semakin berkembangnya industri, maka lahan yang dibutuhkan juga semakin meningkat bukan hanya lahan untuk kawasan industri, namun juga untuk keperluan pekerja terutama permukiman serta perdagangan dan jasa. Akibatnya terjadi alih fungsi lahan pertanian untuk kawasan industri di Palur dan juga alih fungsi lahan menjadi permukiman serta perdagangan dan jasa di wilayah sekitar Palur. Dengan semakin berkembangnya kawasan Palur juga mengubah kawasan Palur dan wilayah sekitarnya terutama Kecamatan Jaten mengalami perubahan sifat menjadi perkotaan. Hal ini ditandai dengan semakin meningkatnya lahan terbangun yang bukan hanya untuk industri serta permukiman dan perdagangan jasa untuk pekerja, namun juga berkembang sektor-sektor lain yang lebih bersifat terseier seperti hiburan dan mall.

        Image  Image

Sumber : http://www.google.com

Gambar Pergeseran Lahan Pertanian menjadi Kawasan Industri Palur

 

  1. Hasil Produksi

Suatu industri pasti cenderung mengembangkan skala sektor industri untuk meningkatkan hasil produksi. Akibatnya terjadi konversi lahan yang menyebabkan produktivitas pertanian menurun. Selain itu, nilai jual hasil produksi industri yang umumnya berupa pengolhan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan nilai jual hasil pertanian yang rendah dan sering tidak stabil. Akibatnya banyak masyarakat di Kabupaten Karanganyar yang melakukan konversi lahan pertanian menjadi kawasan industri karena menganggap industri lebih menguntungkan dibandingkan pertanian.

  1. Tenaga kerja

Pengembangan industri yang lebih menguntungkan dibandingkan pertanian akhirnya mendorong penduduk bergeser mata pencaharian dari sektor pertanian ke sektor industri. Selain itu, semakin berkurangnya lahan pertanian serta banyaknya kesempatan kerja di luar pertanian terutama industri yang dianggap lebih menjanjikan. Tenaga kerja bersedia pindah ke sektor industri karena mereka dapat menerima upah yang lebih tinggi dibandingkan dengan upah di sektor pertanian. Akibatnya jumlah petani semakin menurun. Jumlah  petani di Kecamatan Jaten sendiri telah menurun dari 36,36% di tahun 2000 menjadi 26,97 di tahun 2010 (Pemkab Karanganyar, 2010).

Selain masalah dualisme industrialiasi dari ketiga aspek diatas, industri di Palur juga berpengaruh terhadap lingkungan dan secara tidak langsung mempengaruhi sektor pertanian. Sebagian besar industri yang ada di kawasan industri Palur adalah industri pengolahan yang menghasilkan limbah terutama limbah kimia. Karena kurangnya IPAL yang memadai, maka akibatnya limbah industri ini mencemari lingkungan terutama sungai. Padahal sungai-sungai yang ada di Kabupaten Karanganyar berfungsi sebagai sumber air untuk pertanian.

Dengan luas lahan, produktivitas dan tenaga kerja yang menurun, maka sektor pertanian dapat mengalami kemunduran sementara sektor industri semakin berkembang. Padahal sektor pertanian memiliki peran yang sangat penting bagi pengembangan wilayah karena sektor pertanian berfungsi sebagai ketahanan pangan dan bahan baku industri. Jika perkembangan industri Palur tidak diawasi, maka kecenderungan yang terjadi yaitu terjadi perkembangan industri ke wilayah lain di sekitarnya dan dapat mengurangi potensi pertanian yang ada.

KESIMPULAN

            Industrialisasi merupakan salah satu strategi pengembangan wilayah berupa growth pole yang diharpkan dapat memberikan efek penetesan bagi wilayah sekitarnya dan juga multiplier effect bagi sektor lain. Namun, di Indonesia industrialiasi yang terjadi justru menimbulkan dualisme terutama terkait pengembangan industri dan pertanian, seperti yang terjadi di kawasan industri Palur, Kabupaten Karanganyar. Kabupaten Karangangnyar merupakan wilayah yang didominasi oleh sektor pertanian. Namun, kawasan industri yang berkembang di Palur merupakan footloose industry yang tidak terkait dengan sumberdaya yang ada di Kabupaten Karanganyar yaitu pertanian namun mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah banyak.

Kecenderungan yang terjadi di Palur dan sekitarnya adalah sektor industri semakin berkembang namun sektor pertanian mulai diabaikan. Hal ini ditandai dengan adanya peningkatan konversi lahan pertanian untuk industri, permukiman serta perdagangan dan jasa, serta pergeseran mata pencaharian penduduk dari pertanian menjadi non pertanian. Padahal sektor pertanian memiliki peranan penting, terutama sebagai ketahanan pangan.

 

DAFTAR PUSTAKA

Hillhorst, J. (1998) Industrialization And Local/Regional Development Revisited. Development and Change, 29, 1-26.

Novia, Arum. (2011) Analisis Lokasi Kawasan Peruntukan Industri Palur, Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Negeri Surakarta.

Nuryadin, Didi et al. (2007) “Agglomerasi Dan Pertumbuhan Ekonomi : Peran Karakteristik Regional Di Indonesia”dalam Parallel Session IVA : Urban & Regional,  Fakultas Ekonomi UPN”Veteran” YK.

.Maharani, Hesti. (2003) Identifikasi Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian  Menjadi Lahan Industri (Studi Kasus : Zona Industri Palur Kabupaten Karanganyar), Skripsi Jurusan Perencanaan Wilayah Dan Kota Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Semarang. 

By Yulistiani Julis

Leave a comment