KARAKTERISTIK PENDUDUK DAN PERMUKIMAN DI WILAYAH SUBURBAN METROPOLITAN (Review Article)

Pendahuluan

Kota metropolitan merupakan kota yang cepat mengalami perkembangan hingga mendorong  terjadinya suburbanisasi di wilayah sekitarnya. Suburbanisasi ini ditandai dengan adanya perubahan atau transisi karakteristik wilayah. Seperti adanya peningkatan permukiman, konversi lahan pertanian dan juga kondisi sosial budaya masyarakat yang modern. Suburbanisasi terjadi hampir di seluruh kawasan perkotaan, terutama kawasan metropolitan. Perkembangan permukiman merupakan salah satu aspek yang sangat berpengaruh terhadap suburbanisasi.

Perkembangan permukiman di wilayah suburban metropolitan ini berubah sangat cepat.Seperti halnya yang terjadi di kawasan metropolitan Tallinn, Estonia bagian wilayah negara Rusia. Kota Tallinn merupakan pusat migrasi di Rusia baik secara internal maupun eksternal. Migrasi ini terjadi sebagai dampak perkembangan industri. Tingkat migrasi yang tinggi ini menjadikan Kota Tallinn berkembang sebagai kota metropolitan dengan urbanisasi tinggi.

Kawasan metropolitan Tallinn mengalami suburbanisai dalam dua periode waktu yaitu tahun 1990an dan tahun 2000an. Suburbanisasi baru yang terjadi pada tahun 2000an berbeda dengan suburbanisasi yang lama. Hal inilah yang mendorong adanya perbedaan karakteristik penduduk dan permukiman di wilayah suburban. Tulisan ini berusaha menjelaskan mengenai perbedaan karakteristik permukiman dan penduduk sebagai akibat adanya suburbanisasi baru di kawasan metropolitan Tallinn, Estonia.

Konsep Suburbanisasi

Suburbanisasi merupakan proses yang sangat penting dalam menentukan perubahan sosio-spasial pada kawasan perkotaan, terutama metropolitan. Suburbanisasi ini terjadi karena adanya aktivitas penduduk yang mendorong untuk pindah ke pinggiran kota. Menurut Bounce (1999, dalam Kontuly, 2006), suburbanisasi terjadi karena adanya perubahan struktur ekonomi. Perubahan struktur ekonomi ini mendorong terjadinya perubahan pada komposisi pekerjaan penduduk antara pertanian dan industry dimana sector industri menjadi sangat berkembang dan mendorong penduduk beralih mata pencaharian. Kawasan industri yeng terletak di perkotaan ini menarik penduduk pedesaan melakukan migrasi ke perkotaan.

Urbanisasi pada masing-masing memilki karakteristik yang berbeda-beda. Banyak pendapat yang menyatakan bahwa suburbanisasi di kawasan yang terencana lebih kecil dibandingkan pada kawasan yang tidak terencana. Dan pada umumnya pada kawasan yang tidak terencana, suburbanisasi terjadi sebagai implikasi kondisi sosial ekonomi masyarakat yang rendah yang sulit untuk bertempat tinggal di pusat kota (Ladanyi dan Szelenyi, 1998 dalam Kahrik, 2007).

Suburbanisasi merupakan proses kelanjutan dari urbanisasi. Dimana, suburbanisasi ini terjadi pada wilayah pinggiran kota sebagai dampak perkembangan kota. Akibatnya wilayah pinggiran yang awalnya bersifat peedesaan mengalami transisis menjadi perkotaan. Perkembangan selanjutnya dari suburbanisasi adalah counterurbanisasi. Hal ini terjadi setelah wilayah suburban jauh lebih berkembang dan menjadi perkotaan dan terjadi perkembangan di wilayah sekitarnya.

Suburbanisasi di Kawasan Metropolitan Tallinn, Estonia

Proses urbanisasi yang terjadi yang Tallinn, Estonia dimulai dari adanya urbanisasi, berlanjut menjadi proses suburbanisasi dan berubah menjadi counterurbanisasi. Suburbanisasi  yang terjadi di kawasan metropolitan Tallinn terjadi dalam dua kurun waktu yaitu tahun 1990an dan tahun 2000an. Suburbanisasi yang terjadi dalam dua kurun waktu tersebut memiliki karakteristik yang berbeda yang turut membedakan karakteristik permukiman dan penduduk yang menempatinya.

Menurut Szelenyi (dalam Kahrik, 2007),  suburbanisasi yang terjadi di Tallinn disebabkan oleh  kerakteristik populasi penduduk. Pertama, penduduk dengan kondisi sosial ekonomi rendah yang hidup diluar kawasan perkotaan. Penduduk dengan tingkat pendidikan rendah dan pengangguran dari wilayah pedesaan cenderung melakukan migrasi ke wilayah perkotaan. Namun, karena adanya ketidakmampuan dalam social ekonomi, maka penduduk ini kemungkinan besar bertempat tinggal di wilayah pinggiran perkotaan sehingga terjadi suburbanisasi.

Kedua, suburbanisasi terjadi pada penduduk dengan tingkat social ekonomi tinggi. Pada penduduk dengan tingkat social ekonomi tinggi, migrasi yang terjadi ke wilayah pinggiran disebabkan oleh adanya factor kenyamanan dan lingkungan. Penduduk memilih bertempat tinggal dan bermukim di pinggiran untuk kenyamanan yang didukung dengan aksesibilitas yang baik terutama terkait transportasi ke pusat kota. Jadi, suburbanisasi terjadi karena adanya perbedaan finansial antar penduduk dalam bermukim sehingga memberikan karakteristik yang berbeda pada permukiman yang berkembang di wilayah suburban.

Karakteristik Penduduk dan Permukiman di Wilayah Suburban Baru di Kawasan Metropolitan Tallinn, Estonia

Karakteristik permukiman dan penduduk si wilayah suburban baru berbeda dengan yang lama. Faktor yang menyebabkan terjadinya perbedaan karakteristik permukiman di wilayah suburban ini adalah ada tidaknya keterlibatan sector sawasta sebagai developer permukiman. Jadi, sector swasta dalam pengembangan permukiman di wilayah suburban kawasan metropolitan Tallinn merupakan kunci utama yang menentukan karakteristik penduduk dan permukiman yang berkembang.

Metropolitan Tallinn, Estonia merupakan wilayah yang bersifat neo liberal. Pemerintah lokal tidak memiliki kewenangan dalam menginisiasi dan mengimplementasikan rencana pembangunan permukiman. pembanguna permukiman ini lebih dipengaruhi oleh sector swasta (developer) yang mengatur perkembangan harga lahan dan permukiman. Akibat lemahnya regulasi pemerintah ini, menjadikan adanya kompetisi antar developer sehingga permukiman yang dibangun lebih mengutamakan profit oriented daripada benefit. Kecenderungannya, pihak swasta akan membangun permukiman untuk penduduk dengan tingkat sosial ekonomi tinggi dan tidak membangun permukiman untuk golongan menengah ke bawah.

Disamping itu, meskipun jarak ke pusat kota jauh, namun permukiman di wilayah suburban tetap berkembang pesat sehingga berimplikasi pada pembangunan permukiman yang tinggi pada lahan terbuka. Pembangunan permukiman ini meningkat seiring dengan adanya peningkatan kesejahteraan sebagai hasil dari pertumbuhan ekonomi wilayah.

  1. 1.      Karakteristik Permukiman dan Penduduk Wilayah Suburban Tahun 1990an

Pada tahun 1990an, Tallinn merupakan salah satu tujuan migrasi baik berupa internal maupun eksternal. Hal ini sesuai dengan perkembangan kota Tallinn sebagai pusat industri. Penduduk dari luar wilayah Estonia, maupun sekitar Kota Tallinn cenderung migrasi ke pusat Kota Tallinn. Dan karakteristik penduduk yang melakukan migrasi adalahn penduduk dengan tingkat pendidikan tinggi. Dengan berkembangnya perkotaan, penduduk mayoritas lebih memilih tinggal di pusat kota, sementara itu penduduk dengan sosial ekonomi rendah tinggal di pinggiran kota dengan mata pencaharian utama pertanian. Hal ini terjadi sebagai dampak adanya kebijakan menganai pertanian dan industri dimana, penduduk dengan status sosial ekonomi tinggi lebih memiliki peran penting dalam pembangunan.

Sebagian besar permukiman yang berkembang di pusat kota berupa permukiman massal. Sementara itu, di wilayah suburban merupakan permukiman single dengan pekerjaan utama di bidang pertanian. Permukiman di pusat kota diperuntukkan untuk high class dengan tipe bukan berkeluarga. Sementara permukiman di suburban didominasi oleh penduduk berkeluarga. Hal ini disesuaikan dengan krakteristik penduduk yang bertempat tinggal.

  1. 2.      Karakteristik Permukiman dan Penduduk Wilayah Suburban Baru Tahun 2000an

Sebagian besar penduduk yang bermukim di wilayah suburban baru merupakan penduduk dengan usia muda yang bertempat tinggal di permukiman elit. Jadi, penduduk yang bertempat tingal di suburban merupakan penduduk tanpa kelauarga dan anak. Karena, permukiman yang dikembangkan didesain untuk pribadi. Jika penduduk memiliki keluarga, maka membutuhkan dana yang lebih besar. Tingkat pendidikan dan ekonomi penduduk yang tinggal di wilayah suburban lebih tinggi dibandingkan yang tinggal di pusat Kota Tallinn. Hal ini dikarenakan pembangunan permukiman yang berkembang di wilayah suburban lebih berupa single house dengan harga tinggi sehingga sulit dijangkau oleh penduduk golongan menengah ke bawah. Selain itu, penduduk golongan menengan ke atas juga lebih tertarik bermukim di suburban karena kondisi lingkungan yang lebih nyaman dan adanya akses transportasi dan telekomunikasi yang telah maju. Jadi, meskipun penduduk tinggal si suburban, namun tetap berkerja di pusat kota.

Selain itu, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, pembangunan permukiman di Tallinn sangat dipengaruhi oleg developer. Jadi, dengan semakin berkembangnya wilayah, pemasaran permukiman juga semakin berkembang. Dan kecenderungan yang terjadi, developer membangun permukiman berdasarkan pada perkembangan harga lahan dan sumberdaya keuangan masyarakat pada golongan tinggi.

Kesimpulan

            Suburbanisasi di Metropolitan Tallinntelah berlangsung dua periode. Masing-masing periode memberikan dampak yang berbeda terhadap karekteristik penduduk dan permukiman di wilayah suburban. Pada suburbanisasi lama, karakteristik permukiman di wilayah suburban berupa permukiman single yang didominasi oleh penduduk dengan tingkst social ekonomi rendah. Sedangkan pada suburbanisasi baru, karakteristik permukiman di dominasi oleh permukiman high class dengan karakteristik penduduk pada tingkat social menengah keatas. Karakteristik permukiman ini ditentukan oleh developer sebagai pelaku utama pembangunan permukiman sehingga sangat dipengaruhi oleh pasar dan profit oriented.

 

Sumber:

Kahrik, Annelid an Tammaru Tiit. 2008. “Population Composition in New Urban Settlement of The Tallinn Metropolitan Area. Jurnal Urban Studies Edisi 10 Mei. Sage Publication .

2006. “Population Subgroup responsible of New Urbanization and Suburbanization in Estonia” . Jurnal Europan Urban and Regional Studies. Sage Publication .

By Yulistiani Julis

Leave a comment